Bencana alam yang melanda Sumatera dalam beberapa pekan terakhir dipicu berbagai faktor. Dua siklon tropis, yakni Koto dan Senyar menjadi salah satu penyebab utama cuaca ekstrem di kawasan barat Indonesia.
Kedua siklon tersebut menghasilkan hujan sangat lebat, tiupan angin kuat, hingga gelombang tinggi di wilayah Aceh dan Sumatera Utara. Letak Selat Malaka sebagai jalur masuk sistem cuaca ini turut memperbesar dampak yang dirasakan sejumlah daerah.
Di sisi lain, organisasi lingkungan Walhi menilai kerusakan ekologis turut memperburuk kondisi. Mereka menyebut setidaknya tujuh perusahaan berkontribusi terhadap meluasnya banjir di kawasan Tapanuli akibat pembukaan dan degradasi lahan. Akibatnya, genangan dan aliran banjir merembet ke 51 desa di delapan kabupaten/kota, memperluas area terdampak dan menyulitkan proses perlindungan warga.
Jumlah korban juga terus bertambah. Hingga 4 Desember 2025 pukul 16.00 WIB, BNPB melaporkan 836 orang meninggal dunia, sedangkan jumlah korban hilang mencapai 518 orang dan 2.700 orang terluka. Sejumlah desa sempat terputus aksesnya, membuat upaya pencarian dan evakuasi berjalan lambat, apalagi di daerah dengan kondisi topografi sulit dijangkau.